top of page

Kursus Berpikir Kritis Angkatan #1

  • Admin-01
  • May 24, 2016
  • 1 min read

"Awalnya saya pikir akan sulit, ternyata tidak, materinya mudah ditangkap, suasananya santai jadi diskusinya asyik," demikian kesan Meliz, ibu satu anak, peserta Kursus Berpikir Kritis Tingkat Dasar Angkatan #1, yang diselenggarakan Ein Institute hari Selasa, 24 Mei 2016.

Seluruhnya ada 6 orang peserta kursus kali ini. Mereka adalah para ayah dan ibu yang merasa perlu mempertajam kemampuan berpikir sebagai modal untuk mendidik anak. Saat ini informasi melimpah ruah. Pendapat para pakar dan tokoh juga sering saling bertentangan. "Semuanya terkesan bagus-bagus, tapi kok ketika diterapkan rasanya ada yang nggak cocok dengan keyakinan saya dan keluarga, hanya saya tidak bisa bilang nggak cocoknya di mana," kata Erna, seorang karyawati swasta dan ibu dua anak.

Dipandu oleh Ellen Kristi, praktisi filsafat dan penulis buku Cinta Yang Berpikir (2012), keenam peserta diajak untuk membongkar kebiasaan ikut-ikutan saja, berpikir lebih kritis tanpa berarti sinis. "Mendengar adalah keterampilan yang sangat penting," tekannya. "Kita harus menyimak baik-baik pendapat orang sebelum menanggapi dengan pertanyaan yang mendasar." Menyitir kata bijak Socrates, a life unexamined is not worth living, peserta diingatkan bahwa lewat berpikir kritis, seseorang bisa menjalani hidup lebih bermakna.

Setelah berdiskusi, curhat, tanya-jawab, dan mengerjakan latihan-latihan selama setengah hari, para peserta pulang dengan puas. "Rasanya lega sekali, plong, setelah ikut kursus ini. Tercerahkan sudah tentang cara berpikir kritis, memilah informasi yang selama ini bikin bingung," kata satu peserta. "Materinya pas sekali dengan kebutuhan saya, rasanya ingin langsung menerapkan," tulis peserta lain secara anonim di lembar kesan-pesan.

Comments


Jl. Jeruk VII no. 24

Semarang , 50249

 

Tel: +62 24 841 2619

©2017 |  Ein Institute

bottom of page