
Sanggar Cendekia
Sanggar Cendekia menawarkan kursus-kursus berpikir untuk membantu pribadi, komunitas, atau lembaga untuk mendobrak kemandegan, membaharui sudut pandang, membongkar rasa tak percaya diri, berani menjadi diri sendiri, sehingga tak lagi sekadar mengekor pihak lain.
Di tengah derasnya arus informasi, acap kali masyarakat merasa kebingungan memilah mana fakta mana opini, mana benar mana salah, mana berharga mana remeh-temeh. Lewat memperkenal prinsip-prinsip berpikir kritis, mendasar, filosofis akan melahirkan pemikir-pemikir mandiri yang cerdas, berpendirian, dan suka belajar.

Kursus Berpikir Kritis Angkatan #2
July 25, 2016
Seberapa seringkah Anda bertanya? Selasa (26/7) lalu, empat belas peserta kursus tersenyum simpul ketika mendapat pertanyaan seperti itu. Mereka mengaku daya kritis dan kesenangan bertanya menurun kalau dibandingkan masa kecil. Penyebabnya macam-macam. “Sedari kecil, saya sering dilarang bertanya oleh orangtua saya, sehingga itu terbawa sampai sekarang,” kata Lukman. Sementara Ulfa mengenang, “Pertanyaan yang saya ajukan sering dianggap remeh oleh orang lain ataupun keluarga, saya jadi enggan untuk bertanya.”
Oleh fasilitator, para peserta diajak mengenali emosi-emosi macam apa saja yang bisa menghambat daya pikir kritis. Subjektivitas yang dirasakan peserta bermacam-macam: ada yang pilih-pilih dalam mendengar tergantung suka atau tidak pada si pembicara, ada yang kalau dikritik mengelak dan langsung membenarkan diri, dan sebagainya. Dari situ, peserta kemudian menganalisis cara propaganda media massa mempermainkan emosi mereka demi kepentingan tertentu.

Sesi Lanjutan Kelas Berpikir Kritis Angkatan #1
June 20, 2016
Enam orang peserta Kursus Berpikir Kritis angkatan pertama Ein Institute, kembali hadir dalam sesi lanjutan kelas mereka hari Selasa (21/6) lalu. Mereka belajar untuk mendengar pendapat orang lain dengan pikiran terbuka, menjernihkan istilah-istilah yang muncul, mencari titik temu, dan mendapatkan jawaban dari pertanyaan: “Apa yang seharusnya menjadi tujuan ideal pendidikan?” Di penghujung sesi, sebelum penutupan, peserta dan fasilitator berbincang mengenai cara mempraktikkan keterampilan berpikir kritis di rumah. "Bagaimana membantu anak supaya berpikir kritis?" demikian pertanyaannya. Semua setuju bahwa penting sekali orangtua memberi teladan. Kalau melihat orangtuanya gampang menghakimi orang, suka dimakan prasangka, enggan mendengar, anti perbedaan pendapat, tentu saja anak akan terbentuk untuk menjadi pribadi yang tidak kritis. Dan sebaliknya. Intinya, be the change you want to see in your children.

Kelas Berpikir Kritis Angkatan #1
May 23, 2016
Kursus Berpikir Kritis Tingkat Dasar Angkatan #1, diselenggarakan Ein Institute hari Selasa, 24 Mei 2016. Seluruhnya ada 6 orang peserta kursus kali ini. Mereka adalah para ayah dan ibu yang merasa perlu mempertajam kemampuan berpikir sebagai modal untuk mendidik anak. Dipandu oleh Ellen Kristi, praktisi filsafat dan penulis buku Cinta Yang Berpikir (2012), keenam peserta diajak untuk membongkar kebiasaan ikut-ikutan saja, berpikir lebih kritis tanpa berarti sinis. "Mendengar adalah keterampilan yang sangat penting," tekannya. "Kita harus menyimak baik-baik pendapat orang sebelum menanggapi dengan pertanyaan yang mendasar." Menyitir kata bijak Socrates, a life unexamined is not worth living, peserta diingatkan bahwa lewat berpikir kritis, seseorang bisa menjalani hidup lebih bermakna.
◄
1 / 1
►